pengembangan kurikulum



Materi
LOGO UNDARIS.JPGPENGEMBANGAN KURIKULUM
LOGO UNDARIS.JPGLOGO UNDARIS.JPG
Disusun Oleh :
Ahmad Syarifuddin        12.320041

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi S-1 PGSD
 UNIVERSITAS DARUL ULUM ISLAMIC CENTRE
SUDIRMAN GUPPI ( UNDARIS )
Kata Pengantar

                Syukur Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia-Nya lah penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengembangan Kurikulum”
                Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu dosen, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun mataeri ini sebagai tugas kelompok mata kuliah ini.
                Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan materi ini.
                Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada materi ini. Oleh karena itu saya memohon kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
                Terima kasih, dan semoga materi ini bisa memberikan pengetahuan baru yang positif bagi kita semua.


Jepara, 12 September 2015

Penulis
Kelompok 2




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut juga menyebabkan terjadinya perkembangan dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan itu pula menyebabkan perubahan pandangan terhadap tujuan pendidikan sehingga diperlukan adanya perubahan dan penyesuaian kurikulum.
Pengembangan kurikulum dilaksanakan sebagai langkah antisipasi dalam menjawab tantangan yang muncul akibat perkembangan - perkembangan tersebut dengan tetap memperhatikan situasi dan kondisi serta norma-norma yang berlaku di masyarakat. Langkah pengembangan kurikulum diatur sedemikian rupa sesuai dengan hakekatnya agar peserta didik sebagai komponen pembelajaran mendapat kompetensi yang memadai dalam menguasai dan memanfaatkan teknologi sesuai dengan yang diinginkan.
Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Di dalam kelas guru malaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Di kelas juga segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya, kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Guru harus memiliki, memahami dan terampil dalam menggunakan macam-macam pendekatan dalam manajemen kelas, meskipun tidak semua pendekatan yang dipahami dan dimilikinya dipergunakan bersamaan atau sekaligus. Dalam hal ini, guru dituntut untuk terampil memilih atau bahkan memadukan pendekatan yang menyakinkan untuk menangani kasus manajemen kelas yang tepat dengan masalah yang dihadapi. 
Oleh karena itu, pada kesempatan yang berharga ini, penulis menyusun suatu materi dengan judul PENGEMBANGAN KURIKULUM
                                  


1.2  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan materi ini adalah agar kita sebagai calon guru dapat:
1.      Mengetahui peranan guru dalam pengembangan kurikulum.
2.      Mengetahui Hakekat Pengembangan Kurikulum
3.      Mengetahui Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
4.     Mengerti Landasan Pengambangan Kurikulum
.

BAB II
PEMBAHASAN

                                       
2.1  Peran Guru Dalam Pengembangan Kurikulum
Kurikulum memiliki dua sisi yang sama penting, yaitu kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasi. Sebagai sebuah dokumen, kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi merupakan realisasi dari dokumen dalam bentuk kegiatan pembelajaran di kelas. Keduanya merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, ada kurikulum berarti ada pembelajaran, dan sebaliknya ada pembelajaran ada kurikulum.
            Implementasi kurikulum memerlukan seseorang yang berperan sebagai pelaksananya. Guru merupakan faktor penting dalam implementasi kurikulum karena ia merupakan pelaksana kurikulum. Karena itu guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengimplementasikannya karena tanpa itu kurikulum tidak akan bermakna sebagai alat pendidikan. Dan sebaliknya pembelajaran tidak akan efektif tanpa kurikulum sebagai pedoman. Dengan demikian guru menempati posisi kunci dalam implementasi kurikulum.
Selanjutnya dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih banyak dalam tataran kelas. Murray Print (1993) mengemukakan peran guru dalam tingkatan tersebut sebagai berikut :
*        Sebagai implementer, guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum yang sudah ada. Di sini guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum. Guru tidak memiliki kesempatan baik untuk menentukan isi kurikulum maupun menentukan target kurikulum. Peran guru hanya sebatas menjalankan kurikulum yang telah disusun. Peran ini pernah dilaksanakan di Indonesia saat sebelum reformasi, yaitu guru sebagai implementator kebijakan kurikulum yang disusun secara terpusat, dituangkan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP). Dalam GBPP yang berbentuk matrik telah ditentukan dari mulai tujuan yang harus dicapai, materi pelajaran yang harus disampaikan, cara yang harus dilakukan, hingga alokasi waktu pelaksanaan. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggung jawab dalam mengimplementasikan berbagai ketentuan yang ada. Kurikulum bersifat seragam, sehingga apa yang dilakukan guru di Indonesia bagian timur sama dengan apa yang dilakukan guru di Indonesia bagian barat. Dengan terbatasnya peran guru di sini, maka kreatifitas guru dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran tidak berkembang. Guru tidak ada motivasi untuk melakukan berbagai pembaruan. Mengajar mereka anggap sebagai tugas rutin dan keseharian, dan bukan sebagai tugas profesional.

*        Sebagai adapters, dimana guru lebih dari hanya sebagai pelaksana kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP dimana para perancang kurikulum hanya menentukan standat isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian, peran guru sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.

*        Sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru tidak hanya bisa menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan disampaikan, tetapi bahkan dapat menentukan strategi apa yang harus dikembangkan dan bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum guru sepenuhnya dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, misi dan visi sekolah/madrasah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang diperlukan anak didik. Dalam KTSP peran ini dapat dilihat dalam pengembangan kurikulum muatan lokal. Dalam pengembangan kurikulum muatan lokal, sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing satuan pendidikan, karena itu kurikulum yang berkembang dapat berbeda antara lembaga yang satu dengan lembaga yang lainnya.

*        Sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher). Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas professional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam peran ini guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, strategi maupun model pembelajaran, termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Salah satu metode yang dianjurkan dalam penelitian adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yakni metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Melalui PTK, guru berinisiatif melakukan penelitian sekaligus melaksanakan tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian, PTK merupakan salah satu metode yang tidak hanya menambah wawasan guru dan menambah profesionalismenya, tetapi secara terus-menerus dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.
Dilihat dari segi pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara lain yang bersifat sentralisasi, desentralisasi dan sentral-desentral :
1.      Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentralisasi
            Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan. Kurikulum  makro disusun oleh tim khusus yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, beberapa minggu, atau beberapa hari saja.
            Kurikulum untuk satu tahun disebut prota, dan kurikulum untuk  satu semester disebut dengan promes. Sedangkan kurikulum untuk beberapa minggu, beberapa hari disebut Rencana Pembelajaran. Program tahunan, program semester ataupun rencana pembelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran, metode dan media pembelajaran dan evaluasi hanya keluasan dan kedalamannya berbeda-beda. Tugas guru adalah menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, memilih metode dan media mengajar yang bervariasi serta menyusun metode dan alat yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara sistematis dan rinci akan sangat memudahkan guru dalam implementasinya. Walaupun kurikulum sudah tersusun dengan terstruktur, tapi guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian. Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreatifitas, kecakapan, kesungguhan dan ketekunan guru. Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan pengajarannya, membangkitkan motivasi belajar, menciptakan situasi kompetitif dan kooperatif serta memberikan pengarahan dan bimbingan.

2.      Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Desentralisasi
            Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukan bagi suatu sekolah ataupun lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan oleh atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah-sekolah tersebut. Dengan demikian, isi daripada kurikulum sangat beragam, tiap sekolah atau wilayah mempunyai kurikulum sendiri tetapi kurikulum ini cukup realistis.
            Bentuk kurikulum ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain : pertama, kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat. Kedua, kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik kemampuan profesional, finansial dan manajerial. Ketiga, disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya. Keempat, ada motivasi kepada sekolah (kepala sekolah, guru), untuk mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum. Beberapa kelemahan kurikulum ini adalah: 1) tidak adanya keseragaman untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat. 2) tidak adanya standart penilaian yang sama sehingga sukar untuk diperbandingkannya keadaan dan kemajuan suatu sekolah/ wilayah dengan sekolah/ wilayah lainnya. 3) adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa kesekolah/ wilayah lain. 4) sukar untuk mengadakan pegelolaan dan penilaian secara nasional.5) belum semua sekolah/ daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.

3.      Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum yang Bersifat Sentral- Desentral
            Untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara keduanya dapat digunakan yaitu bentuk sentral-desentral. Dalam kurikulum yang dikelola secara sentralisasi-desentralisasi mempunyai batas-batas tertentu juga, peranan guru dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaraban kurikulum induk ke dalam program tahunan/ semester/ atau rencana pembelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Guru-guru turut memberi andil dalam merumuskan dalam setiap komponen dan unsur dari kurikulum. Dalam kegiatan yang seperti itu, mereka mempunyai perasaan turut memilki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum. Karena guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagi pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana serta evaluator kurikulum.

2.2    Hakikat Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam sistem pendidikan. Di dalamnya tidak hanya mengandung rumusan tujuan yang harus dicapai, tetapi juga pemahaman tentang pengalaman belajar yang harus dimiliki setiap anak didik.Begitu pentingnya fungsi dan peran kurikulum dalam menentukan keberhasilan pendidikan, karena itu kurikulum harus dikembangkan dengan fondasi yang kuat.
Pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah proses penyusunan rencana tentang isi dan bahan pelajaran yang harus dipelajari serta bagaimana cara mempelajarinya.
David Pratt (1980) mengemukakan bahwa istilah lebih mengena dibandingkan dengan pengembangan yang mengandung konotasi. Desain adalah proses yang disengaja tentang suatu pemikiran , perencanaan dan penyeleksian bagian-bagian, tehnik dan prosedur yang mengatur suatu tujuan atau usaha. Dengan pengertian tersebut, pengembangan kurikulum diartikan sebagai proses atau kegiatan yang disengaja dan dipikirkan untuk menghasilkan sebuah kurikulum sebagai pedoman dalam proses dan penyelenggaraan pembelajaran oleh guru di sekolah.
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, yang meliputi Orientasi, pengembangan, implementasi, dan evaluasi.Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi, yakni kebijakan-kebijakan umum meliputi enam aspek : tujuan pendidikan, pandangan tentang anak, pandangan tentang proses pembelajaran, pandangan tentang lingkungan , konsepsi tentang peranan guru, dan evaluasi. Berdasarkan orientasi selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam bentuk proses pembelajaran dan dievaluasi. Dari pendapat Seller tersebut, pengembangan kurikulum pada hakekatnya adalah pengembangan komponen-komponen yang membentuk sistem kurikulum itu sendiri serta pengembangan komponen pembelajaran.[1][2]
Dari penjabaran tersebut kita dapat mengetahui   Hakikat kurikulum adalah suattu program yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Makna kurikulum akan dapat dirasakan manakala diiaplikasikan, pengaplikasian akan semakin terarah jika sesuai dengan kurikulum rencana, dan selanjutnya hasil pengaplikasian tersebut akan

2.3       Prinsip prinsip kurikulum
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus selalu dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta masyarakat yang sedang membangun. Pengembangan kurikulum harus didasarkan pada prinsip-prinsip pengembangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengembangan kurikulum tersebut sesuai dengan minat, bakat, kebutuhan peserta didik, lingkungan, kebutuhan daerah sehingga dapat memperlancar pelaksanaan proses pendidikan dalam rangka perwujudan atau pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Oemar Hamalik (2001) membagi prinsip pengembangan kurikulum menjadi delapan macam
1.      Prinsip Berorientasi Pada Tujuan
Pengembangan kurikulum diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, yang bertitik tolak dari tujuan pendidikan Nasional.Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya untuk mencapai tujuan satuan dan jenjang pendidikan tertentu.Tujuan kurikulum mengadung aspek-aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai.Yang selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku peserta didik yang mencakup tiga aspek tersebut dan bertalian dengan aspek-aspek yang terkandung dalam tujuan pendidikan nasional.
2.      Prinsip Relevansi (Kesesuaian)
pengembanga kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan system penyampaian harus relevan (sesuai) dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, serta serasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.      Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan segi efisien dan pendayagunaan dana, waktu, tenaga, dan sumber-sumber yang tersedia agar dapat mencapai hasil yang optimal. Dana yang terbat harus digunakan sedemikina rupa dalam rangka mendukung pelaksanaan pembelajaran.Waktu yang tersedia bagi siswa belajar disekolah juga terbatas sehingga harus dimanfaatkan secara tepat sesuai dengan tata ajaran dan bahan pembelajaran yang diperlukan. Tenaga disekolah juga sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun dalam mutunya, hendaknya didaya gunakan secara efisien untuk melaksanakan proses pembelajaran. Demikian juga keterbatasan fasilitas ruangan, peralatan, dan sumber kerterbacaan, harus digunakan secara tepat oleh sswa dalam rangka pembelajaran, yang semuanya demi meningkatkan efektifitas atau keberhasilan siswa.
4.      Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum yang luwes mudah disesuaikan, diubah, dilengkapi atau dikurangi berdasarkan tuntutan dan keadaan ekosistem dan kemampuan setempat, jadi tidak statis atau kaku. Misalnya dalam suatu kurikulum disediakan program pendidikan ketrampilan industri dan pertanian. Pelaksanaaan di kota, karena tidak tersedianya lahan pertanian, maka yang dialaksanakan program ketrampilan pendidikan industri. Sebaliknya, pelaksanaan di desa ditekankan pada program ketrampilan pertanian. Dalam hal ini lingkungan sekitar, keadaaan masyarakat, dan ketersediaan tenaga dan peralatan menjadi faktor pertimbangan dalam rangka pelaksanaan kurikulum.
5.      Prinsip Kontiunitas
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-spek, materi, dan bahan kajian disusun secara berurutan, tidak terlepas-lepas, melainkan satu sama lain memilik hubungan fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang pendidikan, struktur dalam satuan pendidikn, tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini, tampak jelas alur dan keterkaitan didalam kurikulum tersebut sehingga mempermudah guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
6.      Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum memerhatikan keseimbangan secara proposional dan fungsional antara berbagai program dan sub-program, antara semau mata ajaran, dan antara aspek-aspek perilaku yang ingin dikembangkan.Keseimbangan juga perlu diadakan antara teori dan praktik, antara unsur-unsur keilmuan sains, sosial, humaniora, dan keilmuan perilaku. Dengan keseimbangan tersebut diaharapkan terjalin perpaduan yang lengkap dan menyeluruh, yang satu sama lainnya saling memberikan sumbangan terhadap pengembangan pribadi.
7.      Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keterpaduan, perencanaan terpadu bertitik tolak dari masalah atau topik dan konsistensi antara unsur-unsusrnya. Pelaksanaan terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik di lingkungan sekolah maupun pada tingkat inter sektoral. Dengan keterpaduan ini diharapkan terbentuk pribadi yang bulat dan utuh. Disamping itu juga dilaksanakan keterpaduan dalam proses pembalajaran, baik dalam interaksi antar siswa dan guru maupun antara teori dan praktek.
8.      Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada pendidikan mutu, yang berarti bahwa pelaksanaan pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan belajar mengajar, peralatan,/media yang bermutu. Hasil pendidikan yang bermutu diukur berdasarkan kriteria tujuan pendidikan nasional yang diaharapkan.



2.4       Landasan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah Dasar
Sebuah gedung yang tinggi tentu memiliki landasan atau fondasi yang kuat agar dapat berdiri dengan tegak, kuat dan kokoh sehingga bisa bertahan sangat lama. Sebaliknya, jika sebuah bangunan tidak memiliki fondasi yang kuat dan kokoh, maka bangunan tersebut lambat laun akan cepat ambruk atau hancur. Begitupun juga hal ini terjadi terhadap pengembangan kurikulum.
Apabila landasan atau fondasi kurikulum/pendidikannya lemah dan tidak kuat, maka hal yang terjadi adalah berdampaknya terhadap lemahnya perkembangan anak pada aspek pengetahuannya. Landasan kurikulum pada dasarnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat melakukan mengembangkan suatu kurikulum di suatu lembaga pendidikan, baik itu di tingkat sekolah dasar maupun di tingkat lanjutan (SMP, SMA).
Menurut ahli bidang kurikulum Robert S. Zais (1976), mengemukakan bahwa kurikulum pada suatu lembaga pendidikan, didasarkan pada lima landasan (foundations) yaitu, landasan filosofis (philosophical assumption), hakikat ilmu pengetahuan (epistemology), masyarakat dan kebudayaan (society and culture), individual/siswa (the individual), dan teori-teori belajar (learning theory).
Sejalan dengan pendapatnya Robert S. Zais, Ralph W. Tyler (dalam Omstein & Hunkins, 1988) menjelaskan bahwa ada tiga aspek yang melandasi pada pengembangan kurikulum, antara lain landasan filosofis, landasan psikologis, dan landasan sosiologis.
Berikut penjelasan dari ketiga landasan tersebut.
  1. Landasan Filosofis. Dalam pengertian secara umum, filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan secara mendalam (socrates) atau suatu cara berpikir yang menjelaskan sesuatu secara mendalam. Plato mengungkapkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang kebenaran. Filsafat pada pendidikan adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan suatu permasalahan yang terjadi terhadap pendidikan. filsafat tersebut akan menentukan arah kemana siswa akan dibawa. filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pandidikan. Oleh karena itu, filsafat yang dianut oleh suatu bangsa/negara atau masyarakat dan bahkan guru sekalipun akan mempengaruhi pada tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Dengan demikian, tujuan pendidikan disuatu negara berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lain. hal itu disesuaikan dengan falsafat yang dianut pada negara tersebut. Kaitan antara filsafat pendidikan dengan kurikulum dapat dikatakan berkaitan sangat erat. mengapa demikian? karena tujuan pendidikan sangat diwarnai oleh falsafah/pandangan hidup yang dianut suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan oleh negara tersebut juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup tersebut. Pada masa penjajahan belanda, kurikulum yang dianut sangat berorientasi kepada kepentingan politik negara belanda saat itu. begitu pula saat penjajahan jepang, kurikulum yang dipakai berpijak pada falsafat bangsa jepang. Pada masa orde baru, kurikulum pendidikan disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan serta falsafat bangsa indonesia, yaitu Pancasila. begitu pula pada masa reformasi, kurikulum mengalami pengembangan dan inovasi ke arah kebutuhan dan peradaban dunia. hal ini menuntut untuk senantiasa diperbaiki, diperbarui, dan disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan manusia pada masa yang akan datang (hari esok) berdasarkan pengalaman yang lalu.
  2. Landasan Psikologis. Pendidikan berkaitan dengan tingkah laku manusia. Oleh karena itu, hadirnya pendidikan diharapkan dapat merubah tingkah laku para siswa menuju kedewasaannya, baik secara fisik, mental/intelektual, moral, dan sosialnya. Melalui kurikulum, diharapkan dapat membentuk watak anak/siswa yang berperilaku baru yang berupa kemampuan-kemampuan aktual dan potensial dari para siswa serta kemampuan-kemampuan baru yang berbudi pekerti dalam waktu yang relatif lama sebagai karakter budaya bangsa Idonesia.
  3. landasan Sosiologi. Landasan sosiologis merupakan sebuah kajian tentang pengembangan kurikulum yang dikaitkan dengan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga hal tersebut sangatlah mempengaruhi terhadap penetapan pada isi kurikulum. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh psikologi sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku itu harus dikembangkan. Siswa merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan, seperti perkembangan fisik/jasmani, intelektual, sosial, emosional, dan moral, khususnya bagi perkembangan anak sekolah dasar yang sangat butuh perhatian, bimbingan, dan motivasi. begitu pentingnya pendidikan budi pekerti di sekolah dasar, senantiasa membawa guru dapat melaksanakan tugas yang mulia ini untuk membantu mengoptimalkan perkembangan siswa ke arah yang lebih baik atau optimal dari sekarang ke masa depannya. Dengan demikian, apa yang dididikkan dan bagaimana cara mendidik siswa khususnya anak sekolah dasar, harus disesuaikan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak. karena perkembangan yang di alami anak sekolah dasar pada umumnya diperoleh dari belajar. Dari hal-hal tersebut maka dapat diuraikan, terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting untuk diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum, yakni psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ketentuan isi kurikulum yang akan diberikan kepada siswa dengan tujuan agar tingkat keluasan dan kedalaman materi/bahan ajar sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Sedangkan psikologi belajar merupakan pemberian sumbangan bagi kurikulum dalam hal bagaimana kurikulum itu diberikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. hal ini berarti berkenaan dengan strategi kurikulum.



B.     Saran
Dalam sebuah peribahasa disebutkan “Tiada Gading yang Tak Retak” dan juga tidak ada satupun yang sempurna didunia ini, karena kesmpurnaan hanya milik Allah, begitupun materi ini yang kami yakin masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saran maupun kritik membangun dari semua pihak





Komentar